Powered by Blogger.

Begini rupanya Penjelasan oleh menteri LHK terkait dengan Reklamasi Teluk Jakarta

Begini rupanya Penjelasan oleh menteri LHK terkait dengan Reklamasi Teluk Jakarta

Add caption
Polemik reklamasi di Teluk Jakarta kian mencuat sesudah tertangkapnya anggota DPRD DKI Jakarta yg menerima banyaknya duit buat memperlancar megaproyek pembangunan 17 pulau baru di Utara Jakarta. Jadi makin rumit sebab proyek ini dinilai menyebabkan banyaknya permasalahan terutama resiko lingkungan yg dihasilkan.

Menteri Lingkungan Hidup & Kehutanan, Siti Nurbaya setelah itu memaparkan polemik yg tengah menjadi perbincangan kala ini. Dikala ini Pemprov DKI bersikukuh proyek pembangunan 17 pulau itu pas dgn Perpers th 1995. Tapi kata dirinya Perpres itu tak dikoreksi & dinilai mengabaikan Undang-Undang Nomer 27 Thn 2007 berkaitan. Pengelolaan Wilayah Pesisir & Pulau-Pulau Mungil. Tidak cuma itu, UU No. 1 thn 2014 serta mempertegas UU diawal mulanya.

‘Apa yg dipertegas dalam UU itu ialah, seluruhnya izin terkait dgn reklamasi itu jadi kewenangan menteri, dalam factor ini menteri kelautan & ada syarat di situ. Ketentuannya ialah perdana renstra, ke-2 zonasi yg berarti tata lokasi serta. Ke3 konsep pengelolaannya. Berarti seluruhnya pengelolaannya itu & sebagainya & terakhir gagasan tindakan,’ terang Menteri Siti di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, minggu(17/4).

Diwaktu ini pihaknya tengah mempelajarinya & tengah malam ini pun Menteri Siti dapat mengadakan rapat terakhir dgn tim sebelum besok menyerahkan dokumen terkait reklamasi terhadap Dewan Perwakilan Rakyat. Lebih lanjut dirinya memaparkan yg berjalan sekarang ini nyata-nyatanya benar-benar 17 pulau itu ada yg telah terlaksana. Pulau C telah selesai, pulau D nyaris selesai.

‘Kalau yg N benar-benar Pelindo. Jikalau Pelindo memang lah agak spesifik penanganannya sebab dirinya buat kebutuhan negeri, utk kebutuhan & lain-lain. Menjadi aku kira jika yg pulau N ga ada masalah. Menjadi tak butuh dipermasalahkan. Nah sisanya yg telah terbangun itu tinggal kita dalami amdalnya satu-persatu,’ ungkap beliau.

Siti mengaku, hri Jumat (15/4) tempo hari sudah menerima dokumen-dokumen amdal dari pihak swasta. Buat itu sekarang ini timnya tengah jalankan pengawasan kepada pemda & lingkungan dalam rangka tentukan keadaan di arena lapang & yag tertulis dalam amdal itu.

‘Yang dapat kita luruskan begitu yakni mula-mula syarat renstra & zonasi. Nah ini mesti telah dikeluarkan, dalam lingkungan namanya kajian lingkungan hidup strategis (KLHS). Itu mesti ke luar & itulah sebetulnya substansinya yg terkait dgn apa yg sedang bermasalah di DPRD,’ papar Siti.

Tetapi kata beliau, terhadap tanggal 7 April 2016 disebut-sebut oleh sarana bahwa pembahasan di DPRD disetop. Buat memastikannya Siti pula cepat menghubungi Deputi gubernur DKI Jakarta soal pemberhentian pembahasan raperda itu.

‘Ya Saya bilang dengan Deputinya DPRD DKI oleh Pak Oswar, Aku minta suratnya resmi bahwa itu disetop. Jika itu disetop ini ada komplikasinya dgn peraturan lain ialah dgn UU No. 23 thn 2014 mengenai pemerintahan daerah terkait bersama design peraturan daerah (raperda) menyangkut bersama tata lokasi sebelum dibahas DPRD,’ terang Siti.

Menurut beliau mesti dikonsultasikan apalagi dulu dgn pemerintah pusat. Karena di situlah kontrol kepada desentralisasi. Pasalnya cuma ada dua instrumen negeri yg mengontrol desentralisasi merupakan tata area yg ke-2 RAPBD. Maka factor ini erat kaitannya bersama kesejahteraan & kewilayahan.


‘Jadi kita bakal masuk, kita sempurnakan renstra & zonasi dalam wujud raperda yg mesti dirapikan rancangannya & mesti didiskusikan bersama pemerintah pusat. Dgn begitu apabila telah tercukupi sanggup diproses Perdanya & izin reklamasinya mampu diselesaikan oleh menteri kelautan. Urut-urutannya seperti itu,’

Baca ini juga:

No comments: